top of page

Memahami Zona Rawan Longsor sebagai Bagian dari Kesiapsiagaan Bencana

Zona rawan longsor di Pulau Jawa kembali menjadi sorotan setelah peta risiko terbaru dirilis oleh BMKG pada awal 2025. Peta tersebut membagi tingkat risiko bencana menjadi tiga kategori, yakni merah atau ungu untuk risiko sangat tinggi, kuning untuk risiko sedang, dan hijau untuk risiko rendah. Klasifikasi ini membantu masyarakat memahami tingkat kerawanan wilayah tempat tinggalnya secara lebih jelas. Beberapa daerah dengan risiko tertinggi berada di lereng pegunungan Jawa Tengah, serta wilayah Jawa Timur selama musim hujan 2024–2025, data mencatat kejadian longsor di zona ini menyebabkan 45 korban jiwa dan merusak sekitar 1.200 rumah warga.


Risiko Bencana Perwilayah

Pulau Jawa menonjol sebagai wilayah dengan tingkat kerawanan longsor yang tinggi. Tercatat sekitar 20 daerah di DIY dan Jawa Tengah, seperti Gunungkidul, Klaten, dan Wonosobo, serta 29 daerah di Jawa Timur rentan terhadap gerakan massa tanah. Kondisi ini dipengaruhi oleh keberadaan batuan lapuk berusia tua yang tertutup tanah gembur hingga dua meter pada lereng miring dan kawasan lembah sungai.


Di luar Pulau Jawa, Kabupaten Lombok Utara juga menghadapi risiko longsor signifikan. Sekitar 58,71 persen wilayah atau 47.608 hektar masuk zona rawan sedang hingga tinggi berdasarkan analisis litologi, curah hujan, kemiringan lereng, dan tutupan lahan. Penerapan sistem peringatan dini longsor berbasis sensor lokal menjadi langkah penting untuk memantau perubahan kondisi dan mendukung prediksi berbasis data wilayah.


Cuaca Ekstrem

Cuaca ekstrem memiliki keterkaitan erat dengan terjadinya bencana longsor, terutama saat curah hujan tinggi berlangsung dalam durasi lama. Hujan lebat menyebabkan tanah menyerap air secara berlebihan hingga kehilangan kekuatan ikatnya. Kondisi ini meningkatkan tekanan air pori dan membuat lereng menjadi labil, khususnya di wilayah berbukit, pegunungan, serta daerah dengan kondisi tanah gembur.


Selain curah hujan, perubahan cuaca ekstrem yang tidak menentu juga menyulitkan masyarakat dan pemerintah dalam melakukan antisipasi. Intensitas hujan yang datang tiba-tiba dapat memicu longsor tanpa tanda awal yang jelas. Oleh karena itu, pemantauan cuaca dan kondisi lereng secara berkelanjutan sangat diperlukan sebagai bagian dari upaya mitigasi untuk menekan risiko longsor dan melindungi keselamatan masyarakat.


Sistem peringatan dini ini menyediakan data real-time dari sensor lapangan yang memantau pergerakan tanah dan faktor pemicu longsor.
Sumber: Pribadi

Mitigasi Berbasis Tata Ruang

Mitigasi longsor melalui penataan ruang menjadi strategi penting untuk menurunkan risiko bencana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pengaturan pemanfaatan lahan diarahkan pada wilayah yang aman dan berkelanjutan. Pendekatan ini menekankan kesesuaian antara fungsi ruang dan kondisi fisik wilayah, sehingga aktivitas pembangunan tidak memperbesar potensi bahaya di kawasan rawan longsor.


Kondisi tersebut menuntut peningkatan kapasitas pemerintah daerah melalui komitmen kebijakan yang sistematis dan konsisten. Rekomendasi utama mencakup perlindungan kawasan lindung serta pengendalian alih fungsi lahan. Selain itu, sistem peringatan dini longsor mendukung mitigasi dengan menyediakan data tata ruang untuk zonasi risiko, sehingga pembangunan dapat dihindarkan dari lereng curam dan wilayah yang berpotensi longsor.


Sistem Informasi Kebencanaan

Sistem Informasi Kebencanaan berperan sebagai wadah terintegrasi untuk mengelola, menganalisis, dan menyajikan data kebencanaan secara sistematis. Dalam konteks longsor, sistem ini memuat informasi kerawanan wilayah, kondisi geologi, curah hujan, hingga histori kejadian. Data tersebut menjadi dasar penting bagi pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan mitigasi, perencanaan tata ruang, serta langkah kesiapsiagaan berbasis risiko yang lebih terukur dan berkelanjutan.


Efektivitas Sistem Informasi Kebencanaan semakin meningkat ketika terhubung dengan EWS longsor. Sistem peringatan dini ini menyediakan data real-time dari sensor lapangan yang memantau pergerakan tanah dan faktor pemicu longsor. Integrasi keduanya memungkinkan analisis cepat, penentuan zonasi rawan secara dinamis, serta penyampaian peringatan dini yang akurat untuk mendukung pengambilan keputusan dan keselamatan masyarakat.

Kesiapsiagaan bencana longsor sangat bergantung pada pemahaman yang baik terhadap zona rawan di setiap wilayah, respons terhadap cuaca ekstrem, serta penerapan mitigasi berbasis tata ruang. Dukungan sistem informasi kebencanaan yang terintegrasi menjadi fondasi penting dalam menyajikan data kerawanan, kondisi lingkungan, dan potensi ancaman secara komprehensif. Dengan dasar informasi yang kuat, perencanaan dan pengambilan keputusan dapat dilakukan secara lebih tepat dan efektif.


Sistem peringatan dini longsor atau EWS berperan sebagai penghubung utama dari pemantauan sensor di lapangan hingga penyampaian peringatan kepada publik. Data real-time memungkinkan deteksi dini perubahan kondisi lereng yang berbahaya. Implementasi pendekatan holistik ini tidak hanya menekan potensi korban jiwa, tetapi juga meningkatkan ketahanan nasional dalam menghadapi ancaman bencana longsor. Dapatkan informasi terbaru mengenai teknologi, isu lingkungan terkini, dan perkembangan Internet of Things (IoT) dengan mengikuti aktivitas kami di:


Website: mertani.co.id 

Linkedin : PT Mertani


Sumber:

Pop up bawah.png
WhatsApp

Contact Us

Get special offers tailored to your needs!
  • YouTube
  • LinkedIn
  • Instagram
  • White Facebook Icon

Sleman, Yogyakarta 55286​

(0274) 2888 087

contact@mertani.co.id

+62 851-7337-3817 (Mugiyati)

© 2018 by PT Merapi Tani Instrumen

Thanks for submitting!

bottom of page