Teknologi Kebencanaan sebagai Kunci Deteksi Dini Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan
- Marketing Mertani
- 3 days ago
- 3 min read

Teknologi kebencanaan memegang peran krusial dalam mendeteksi dini kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan. Wilayah ini sangat rentan karena dominasi lahan gambut yang mudah terbakar saat musim kering. Melalui sensor pemantauan, citra satelit, dan sistem peringatan dini, potensi kebakaran dapat diidentifikasi lebih cepat sebelum meluas dan menimbulkan dampak besar.
Investasi teknologi kebencanaan menjadi fondasi utama dalam upaya pengurangan risiko karhutla. Pemantauan risiko bencana secara real-time memungkinkan respons cepat dan berbasis data, sementara sistem informasi kebencanaan terintegrasi memperkuat koordinasi antar instansi. Pendekatan ini tidak hanya menekan kerugian ekologis dan ekonomi, tetapi juga melindungi kesehatan masyarakat serta keberlangsungan lingkungan Kalimantan.
Pola Karhutla Kalimantan dari Tahun ke Tahun
Pola kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan menunjukkan puncak kejadian pada periode Juli–Agustus–September, bertepatan dengan musim kering. Penurunan curah hujan secara signifikan memicu peningkatan, terutama di wilayah bergambut. Secara nasional, tren tahunan karhutla mengalami penurunan tajam, dari sekitar 2,6 juta hektare pada 2015 menjadi 1,1 juta hektare pada 2023.
Namun, fluktuasi tetap terjadi di tingkat regional. Kalimantan Barat mencatat penurunan 84 persen dari 151.919 hektare pada 2019 menjadi 24.154 hektare pada 2024, sebelum kembali melonjak hingga 40.000 hektare area indikasi terbakar pada Agustus 2025. Sementara itu, Kalimantan Timur mencatat 15.575 hektare hingga Juni 2024, dipengaruhi curah hujan rendah pada Februari–April.
Tantangan Deteksi Kebakaran Lahan di Area Gambut
Lahan gambut di Kalimantan memiliki karakteristik yang membuat kebakaran sulit dipadamkan. Kandungan material organik yang tinggi memungkinkan api menyala di bawah permukaan tanah dalam waktu lama. Kondisi ini memicu kabut asap tebal dan mempercepat laju penyebaran kebakaran ke area sekitarnya, sehingga penanganan menjadi lebih kompleks dan berisiko terhadap lingkungan serta kesehatan masyarakat.
Tantangan semakin besar akibat keterbatasan infrastruktur di wilayah terpencil, minimnya akses teknologi satelit, serta dampak perubahan iklim yang ekstrem. Pada 2019, sekitar 42 persen dari 850.000 hektare karhutla nasional terjadi di lahan gambut. Fakta ini menegaskan urgensi pemantauan risiko bencana secara real-time untuk mengantisipasi kekeringan dan mencegah kebakaran meluas.

Teknologi Kebencanaan untuk Deteksi Dini
Teknologi kebencanaan menjadi garda terdepan dalam upaya deteksi dini kebakaran hutan dan lahan (karhutla), khususnya di wilayah rawan seperti Kalimantan. Early Warning System (EWS) hadir sebagai solusi untuk memantau tinggi muka air tanah gambut, EWS Karhutla ini sangat krusial di lahan gambut yang memungkinkan api menyala di bawah permukaan tanah tanpa terlihat secara kasat mata.
Pemanfaatan sensor berbasis Internet of Things (IoT) semakin memperkuat sistem deteksi dini. Perangkat seperti sensor kelembapan tanah, tinggi muka air gambut, curah hujan, dan suhu lingkungan bekerja secara otomatis dan berkelanjutan. Data yang dikirimkan secara real-time menjadi dasar pembentukan Early Warning System (EWS) karhutla, sehingga potensi kebakaran dapat diantisipasi lebih cepat dan tepat sasaran.
Peran Sistem Informasi Kebencanaan dalam Respons Cepat
Sistem Informasi Kebencanaan berfungsi sebagai pusat integrasi data dari berbagai sensor, citra satelit, dan laporan lapangan. Melalui dashboard digital berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG), informasi titik panas, kondisi cuaca, dan status kelembapan lahan dapat dipantau secara menyeluruh. Integrasi ini memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat, berbasis data, dan terkoordinasi.
Dalam konteks EWS, sistem informasi kebencanaan berperan mengubah data teknis menjadi peringatan yang mudah dipahami. Ketika indikator risiko meningkat, sistem secara otomatis mengeluarkan notifikasi kepada pihak terkait, mulai dari pemerintah daerah hingga petugas lapangan. Respons cepat inilah yang menjadi kunci untuk mencegah eskalasi kebakaran menjadi bencana besar.
Kolaborasi Multipihak untuk Pengendalian Karhutla
Pengendalian karhutla tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Kolaborasi multipihak antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat menjadi elemen penting dalam keberhasilan EWS. Pemerintah berperan dalam regulasi dan koordinasi, sementara sektor swasta mendukung melalui investasi teknologi sensor dan infrastruktur pemantauan. Di sisi lain, masyarakat memiliki peran strategis sebagai pengguna dan penerima manfaat sistem peringatan dini. Dengan pelibatan aktif masyarakat, informasi dari EWS tidak hanya berhenti di dashboard, tetapi diterjemahkan menjadi aksi nyata di lapangan. Sinergi ini memperkuat ketahanan wilayah terhadap karhutla secara berkelanjutan.

Teknologi sensor, sistem informasi kebencanaan, dan kolaborasi multipihak merupakan fondasi utama dalam pembangunan Early Warning System karhutla yang efektif. Deteksi dini berbasis sensor memungkinkan pengenalan risiko sejak awal, sementara sistem informasi memastikan respons cepat dan terkoordinasi. Dengan dukungan EWS yang andal, upaya pencegahan karhutla dapat dilakukan secara lebih proaktif, efisien, dan berkelanjutan, terutama di wilayah rawan seperti Kalimantan. Dapatkan informasi terbaru mengenai teknologi, isu lingkungan terkini, dan perkembangan Internet of Things (IoT) dengan mengikuti aktivitas kami di:
Website:Â mertani.co.idÂ
YouTube:Â mertani officialÂ
Instagram:Â @mertani_indonesia
Linkedin :Â PT Mertani
Tiktok :Â mertaniofficial
Sumber:


