top of page

Deforestasi di Sumatera: Ancaman Nyata bagi Kestabilan Lingkungan

Deforestasi di Sumatera kini menjadi ancaman besar bagi kestabilan lingkungan, terutama setelah penebangan liar, tambang ilegal, dan konversi lahan sawit terus meluas sepanjang 2025.
Sumber: auriga.or.id

Deforestasi di Sumatera kini menjadi ancaman besar bagi kestabilan lingkungan, terutama setelah penebangan liar, tambang ilegal, dan konversi lahan sawit terus meluas sepanjang 2025. Hilangnya tutupan hutan membuat kemampuan tanah menyerap air menurun hingga sekitar 55%. Akibatnya, kawasan rentan seperti Tapanuli Tengah dan Sibolga semakin mudah dilanda banjir bandang ketika cuaca ekstrem datang berturut-turut.


Kerusakan hutan ini tidak hanya mengubah struktur tanah, tetapi juga memperburuk stabilitas lereng hingga memicu longsor masif di berbagai titik. Tanpa akar pohon yang menahan tanah, aliran permukaan meningkat tajam dan membawa material besar ke permukiman. Kondisi ini memperlihatkan bahwa deforestasi bukan sekadar hilangnya pohon, tetapi juga hilangnya sistem perlindungan alami yang seharusnya menjaga masyarakat dari bencana.


Kondisi Deforestasi di Sumatera dan Pemicunya

Sumatera mengalami kehilangan tutupan hutan besar, terutama di Sumatra Utara, Aceh, dan Sumatra Barat. Di ekosistem Batang Toru seluas 250.000 hektare, laju deforestasi meningkat 30% dalam lima tahun terakhir. Penebangan liar, pertambangan emas ilegal, dan konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yang menyumbang 23% deforestasi nasional menjadi faktor utama penyebab kerusakan yang terus meluas.


Fragmentasi hutan di Pegunungan Bukit Barisan semakin parah, hingga tutupan hutan di Sumatra Utara tersisa sekitar 29% pada 2020. Aktivitas industri ekstraktif mempercepat degradasi, dengan berbagai lokasi penebangan ilegal turut memicu banjir besar pada 2025. Meski cuaca ekstrem makin sering terjadi, kerusakan tutupan hutan tetap menjadi faktor dominan yang memperburuk risiko bencana di kawasan tersebut.


Hubungan Deforestasi dengan Peningkatan Risiko Banjir

Deforestasi membuat hutan kehilangan fungsi sebagai spons air, menurunkan intersepsi 15–35% dan infiltrasi hingga 55%. Akibatnya, limpasan permukaan dapat melonjak sampai 80–90%. Di Sumatera, banjir bandang November 2025 menewaskan ratusan orang di 29 wilayah tiga provinsi. Sungai Batang Toru meluap akibat hilangnya tutupan hutan di bagian hulu, diperparah pendangkalan sungai karena sedimen erosi.


Dampak deforestasi terhadap banjir terlihat jelas di Tapanuli Tengah dan Sibolga, ketika hutan gundul di perbukitan membuat air hujan turun deras tanpa hambatan dan berubah menjadi banjir bandang yang menghantam kawasan pesisir. Hilangnya vegetasi membuat tanah kehilangan kemampuan menahan air, sehingga aliran permukaan meningkat drastis. Kondisi ini menjadikan kawasan tersebut sangat rentan terhadap banjir berulang setiap musim hujan.


Sepanjang 2025, tercatat 2.726 kejadian hidrometeorologi di Indonesia, mayoritas dipicu kombinasi deforestasi dan curah hujan ekstrem yang melebihi 300 mm per hari. Ketika hutan tak lagi mampu menyerap air, hujan deras langsung mengalir ke sungai dan mempercepat kenaikan debit secara tiba-tiba. Situasi ini memperbesar risiko banjir bandang, terutama di daerah dengan topografi curam dan tutupan lahan yang telah rusak berat.


Pemantauan risiko longsor secara real-time melalui EWS Longsor memanfaatkan sensor IoT untuk mengukur pergerakan tanah, perubahan kemiringan, dan curah hujan di berbagai titik rawan.
Sumber: Pribadi

Dampak Longsor Akibat Hilangnya Tutupan Hutan

Risiko bencana di Sumatera paling tinggi terjadi di Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan pada November 2025. Hilangnya akar pohon membuat lereng Bukit Barisan melemah dan mudah longsor saat hujan ekstrem. Material longsoran merusak jembatan, menutup akses utama, dan membuat dua kabupaten terisolasi selama beberapa hari.


Cuaca ekstrem yang dipicu sistem seperti Siklon Tropis KOTO dan 95B membawa hujan deras, namun kerusakan hutan memperburuk kondisi dengan meningkatkan erosi dan membentuk bendungan alami di sungai. Saat bendungan jebol, aliran besar menghantam permukiman di hilir.


Peran Teknologi dalam Pemantauan Risiko secara Real-Time

Pemantauan risiko longsor secara real-time melalui EWS Longsor memanfaatkan sensor IoT untuk mengukur pergerakan tanah, perubahan kemiringan, dan curah hujan di berbagai titik rawan. Sensor bekerja terus-menerus, mengumpulkan data yang menunjukkan tanda awal instabilitas lereng. Teknologi ini membantu melihat pola pergeseran tanah yang sulit diamati secara manual, terutama di kawasan berbukit yang rentan di Sumatera.


Selain sensor IoT, teknologi drone atau cctv digunakan untuk memotret atau merekam kondisi lereng dan mendeteksi retakan baru yang berpotensi memicu longsor besar. Semua data terkumpul di server dan diolah otomatis untuk menentukan tingkat bahaya. Jika ambang kritis terlampaui, sistem mengirim alarm agar warga bisa segera evakuasi. Kombinasi teknologi ini meningkatkan kecepatan respons di wilayah Sumatera yang kerap menghadapi kejadian longsor.


Langkah Mitigasi dan Restorasi Lanskap Hutan Sumatera

Mitigasi dilakukan melalui moratorium izin pembukaan hutan, penegakan hukum tegas terhadap penebangan ilegal, serta pembentukan satgas penghijauan untuk mempercepat restorasi lahan bekas tambang. Perusahaan tambang diwajibkan melakukan reforestasi, sementara pengakuan hutan adat mendorong keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan. Pendekatan ini jadi fondasi penting untuk menahan laju kerusakan hutan dan mengurangi risiko bencana di wilayah rentan.


Upaya reforestasi di hulu DAS Batang Toru dan Leuser menjadi prioritas, dipadukan dengan normalisasi sungai dan teknologi modifikasi cuaca untuk mengurangi tekanan hidrometeorologi. Meski tingkat deforestasi di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat dilaporkan menurun sepanjang 2025, rangkaian bencana besar di tahun tersebut menjadi titik balik penting dalam memperbaiki tata kelola hutan dan memperkuat mitigasi jangka panjang.


Deforestasi dan dampaknya pada banjir serta longsor di Sumatera menuntut aksi segera melalui moratorium izin hutan, restorasi DAS, dan pemantauan risiko bencana real-time melalui EWS Longsor. Integrasi teknologi IoT dengan penegakan hukum serta partisipasi masyarakat akan pulihkan lanskap, kurangi cuaca ekstrem efek, dan cegah korban jiwa ratusan di masa depan. Komitmen berkelanjutan kunci kestabilan lingkungan.  Dapatkan informasi terbaru mengenai teknologi, isu lingkungan terkini, dan perkembangan Internet of Things (IoT) dengan mengikuti aktivitas kami di:


Website: mertani.co.id 

Linkedin : PT Mertani


Sumber:


Comments


WhatsApp

Contact Us

Get special offers tailored to your needs!
  • YouTube
  • LinkedIn
  • Instagram
  • White Facebook Icon

Sleman, Yogyakarta 55286​

(0274) 2888 087

contact@mertani.co.id

+62 851-7337-3817 (Mugiyati)

© 2018 by PT Merapi Tani Instrumen

Thanks for submitting!

bottom of page